Manusia terhadap pemujan
Manusia & Pemujaan
Pemujaan dimulai sejak manusia dilahirkan
dengan akal yang dimilikinya. Manusia telah berfikir kritis tentang alam dan
kejadiannya. Hal ini dapat diwujudkan dengan mengagumi dan bersyukur kepada
sang pencipta. Dalam mencari bentuk bentuk pemujan dapat berupa ibadah sebagai
media komunikasi antara manusia dengan Tuhan.
Pemujaan berasal dari kata puja
yang berarti penghormatan atau tempat memuja kepada dewa dewa atau berhala.
Dalam perkembangannya kemudian pujaan ditujukan kepada orang yang dicintai,
pahlawan dan Tuhan Yang Maha Esa. Pemujaan kepada Tuhan adalah perwujudan cinta
manusia kepada Tuhan, karena merupakan inti , nilai dan makna dari kehidupan
yang sebenarnya. Cara pemujaan dalam kehidupan manusia terdapat berbagai
perbedaan sesuai dengan ajaran agama, kepercayaan, kondisi dan situasi. Tempat
pemujaan merupakan tempat komunikasi manusia dengan Tuhan.
Pada garis besarnya pengertian pemujaan mencakup dua aspek, yaitu
antara yang memuja dan yang dipuja. Dalam hal ini pula memuja, dapat
digolongkan menjadi beberapa bagian yakni:
1. Puja memuja antar sesama manusia
Pada
hematnya manusia memuja manusia lainnya disebabkan oleh beberapa faktor. Antara
lain pemujaan yang berkaitan dengan perasaan jatuh cinta hingga menyebabkan
terjadi
perubahan sikap, perilaku, tutur kata, dan hal-hal yang
menimbulkan perubahan itu sebagaimana layaknya jatuh cinta.
Di sisi lain, ungkapan perasaan
jatuh cinta biasanya terlontar melalui pengabdian pada pahatan, patung, ukiran
puisi, lagu-lagu, salam sayang via radam dan berbagai bentuk pernyataan tentang
jatuh cinta yang semuanya terhimpun di dalam lingkup pemujaan. Bahkan dengan
kata pemujaan, Adolf Hitler harus bersedia meneguk racun bersama sang pujaan
Eva Braun menjelang akhir pernag dunia II.
Sebagai pernyataan cinta yang
sangat mendalam kepada sang pujaan yang telah meninggal, maka diabadikan rasa
kecintaan kepada istrinya dengan mendirikan Taj Mahal di India termasuk salah
satu dari tujuh keabadian dunia. Konon kabarnya bangunan Taj Mahal dihiasi
dengan ± 100.000 butir berlian.
Kisah romeo dan juliet juga
merupakan bagian dari refleksi cinta yang berjuang pada pemujaan. Pemujaan yang
berkaitan dengan idola, dikagumi, dipuja-puja, diagung-agungkan, menjadikan
seseorang harus mempertaruhkan segala sesuatu demi yang dipuja.
Hal demikian nampak pada bidang
ideologi dan politik misalnya; antara lain fanatisme rakyat Jepang terhadap
Teno Haika (pasca perang dunia II). Musollini dengan fasisme yang
sangat dipuja oleh sebagian rakyat italia, Nazizme dengan Adolf Hitler sebagai
gembongnya sangat dipuja oleh para pengikutnya.
Di bidang seni, pemujaan terhadap
seorang seniman pun tak kalah pentingnya. Karena fanatisnya pengagum John Lenon
(lagunya Imagine of the people’s), maka tak segan-segan sipemuja harus menembak
mati penyanyi tersebut. Elvis Preisley sangat di kagumi dan di puja-puja oleh
para pengikutnya. Walaupun telah lama meninggal, namun rasa pemujaan terhadap
dirinya tetap hidup melalui lagu-lagunya yang pernah populer.
Di bidang kepemimpinan dan
pemerintahan, tengoklah negara Libya dengan Muammar (revolusi Iran) menjatuhkan
kepemimpinan Reza Pahlevi, Mao Tse Tung di RRC (berbaur dengan faham komunis),
Ho Chin Min di Vietnam, Fideal Castro di Cuba. Kesemuanya inilah keunggulan-keunggulan
tipe kharismatik dalam kepemimpinan dan pemerintahan, baik yang lebih di
dominasi oleh faham, ideologi, serta aliran juga yang dilandasi oleh keyakinan
dalam kefanitikan yang dogmatis.
Kesemuanya menyatu dalam suatu
kerangka pengangguran yang bernuansa pada pemujaan tanpa memperhitungkan batas
waktu berakhirnya kejayaan yang dipuja.
2. Manusia memuja alam
Manusia
memuja alam mengandung dua hal di dalamnya: pertama alam dipuja oleh manusia
dengan maksud agar alam bersikap ramah dan bersahabat. Alam ditempatkan sebagai
suatu bagian dengan diri manusia. Alam yang memiliki dua kekuatan kesejaga dan
(siang dan malam) juga memiliki empat potensi alamiah (tanah, air, api, dan
angin) eksistensinya dijabarkan kedalam satu metafora simbolis yang terwakilkan
di dalam diri manusia.
Agar alam dapat bersahabat, maka
diperlakukan pemujaan oleh manusia melalui perbuatan ritual. Kadar ritualnya
senantiasa di tentukan oleh kesempurnaan dalam satu cara pemujaan, lengkap
dengan peralatan yang berfungsi sebagai simbol. Setiap simbol selalu mewakili
berbagai aspek dari aktifitas tingkah laku manusia.
Dalam hal pemujaan terhadap alam,
tidak hanya terbatas pada kalangan masyarakat sederhana, akan tetapi
mencakup seluruh kelompok manusia. Semboyan “back to nature” (kembali ke alam
bebas) merupakan suatu pernyataan kalangan masyarakat modern yang berusaha agar
selalu bersahabat dengan alam. Walaupun semboyan tersebut tidak langsung
sebagai suatu pemujaan kepada alam, namun dari segi pengagumannya sekelompok
dari masyarakat modern itu beralih kembali memilih hidup di gua-gua layaknya
seperti manusia purba.
Walaupun demikian alam tak pernah
mengingkari janji setelah ditaklukkan, dikurasi, dikuasai, digarap
habis-habisan. Alam beraksi menjatuhkan sanksi dengan berbagai bentuk (banjir,
gunung meletus, tanah longsor, gempa) dan tinggalah manusia meratapi nasibnya.
Lahirlah ciptaan berupa hymne-hymne didengarkan dalam tema antara pemujaan dan
penyesalan silih berganti, namun alam tetap berjaya di dalam kesejagadannya.
3. Manusia memuja benda
Pada
hakekatnya benda (materi) sangat di butuhkan dalam kehidupan manusia, sepanjang
benda itu bukan merupakan tujuan akhir. Pemujaan manusia terhadap benda secara
berlebihan pasti akan mengundang kamelut. Karena benda beralih fungsi dari
peranannya sebagai alat perpaduan hidup berubah menjadi sesuatu yang dipuja dan
dipertuhan selama masih mampu untuk mengakumulirnya.
Daya pengakumulasi benda yang
dipuja dan dipertuan sehingga melampaui batas nilai harga diri dan keyakinan
niscaya akan melahirkan konsepsi yang bermuara pada:
a. Hilangnya
martabat dan hak azasi akibat penilaian terhadap manusia lainnya tidak lebih
dari seperangkat organ jasad yang dapat saja di campurkan bila tak berguna.
b. Munculnya
perlakuan-perlakuan bercorak eksploitasi dan penindasan terhadap sesama dengan
landasannya tujuh menghalalkan segala cara. Dalam hal ini sosok sesama manusia
di anggap sebagai kelompok human yang sewaktu-waktu tak berfungsi dapat di
binasakan.
c. Dalam
konteks sosialisasi interaksi sosial akan tumbuh kecemburuan dan pertentangan
kelas, persaingan pemutusan hubungan relasi-relasi sosial, ketersaingan
kecurigaan yang pada gilirannya berakhir dengan konflik.
Hal-hal yang disebutkan diatas
hanya menyebutkan sebagian dari reaksi yang timbul akibat sangat berlebihannya
pemujaan terhadap benda. Terjerumuslah manusia ke dalam kehidupan materialistik
yang membentuk suatu faham yang disebut materialisme.
Dari pengertian tentang
materialisme (bukan pendapat sang guru besar tersebut) jelaslah terdapat
pertentangan yang sangat prinsipil. Dalam hal ini keberadaan segala sesuatu
termasuk manusia semuanya adalah materi, kejasmanian. Apa yang disebut rohani,
perasaan, kasih sayang, timbang rasa, harga diri, keyakinan, agama, dan
sebagainya oleh penganut, materialisme di anggap tidak ada. Yang ada hanyalah
materi atau benda.
Jika demikian halnya maka manusia
berada pada ambang kehancuran, kehilangan identitas diri, dan berakhir dengan
tidak punya arti apa-apa. Yang tertinggal hanyalah cara-cara pemuja benda,
penganut materialisme yang tercatat dalam sejarah peradaban manusia, tak
segan-segan dan tak punya peri kemanusiaan menghancurkan lawan-lawannya.
4. Manusia memuja dewa
Hal
ini mtermasuk dalam lingkup keyakinan berkepercayaan (khususnya agama-agama
samawi). Namun demikian keyakinan berkepercayaan seperti itu tak perlu diganggu
gugat, bahkan sebaliknya harus di hargai karena keyakinan berkepercyaan
sebagaimana di maksud adalah milik orang lain.
Dikalangan masyarakat India
pemujaan terhadap dewa dikaitkan dengan sistem kasta, sehingga menyebabkan
timbulnya strata sosial yang terbagi-bagi dalam penggolongan. Untuk itu, perlu
dipahami penggolongan kelompok masyarakat di India berdasarkan sistem kasta,
berbeda dengan sistem kelas-kelas dalam masyarakat ciptaan Karl Marx.
Penggolongan yang dimaksud lebih
di tekankan pada keyakinan penganut terhadap salah satu dari tingkatan dewa
yang terpilih untuk diyakini (brahmana, wisnu, siwa, waisa dan sudra).
Terbagi-bagilah masyarakat dalam kelompok yang menempatkannya pada posisi
sesuai tingkatan kedewaan untuk dipuja. Masing-masing tingkat kedewaan memiliki
ciri tersendiri sehingga mempengaruhi tatanan kehidupan pada lingkup strata
sosisal dalam hubungan kekerabatan.
Beberapa kelompok masyarakat
tertentu diluar India, pemujaan terhadap dewa-dewa selalu di hubungkan atau
berhubungan dengan dunia roh. Walaupun antara dewa dan roh kedua-duanya adalah
abstrak, namun kepercayaan meyakini keberdaannya tak dapat di pungkiri. Dalam
konteks pemujaan, dewa-dewa dipuja sekaligus di tempatkan pada posisi sebagai
sumber ajaran-ajaran hidup untuk selanjutnya di terima dan diyakini dalam
bentuk agama.
Dunia roh dipuja lengkap dengan
sesajen, mantra-mantra, persembahan berskala ritualitas, untuk selanjutnya
dipadukan dalam kehidupan dan diyakini sebagai religi (kepercayaan). Dalam
perjalanan hidup manusia, pemujaan terhadap dewa-dewa dan dunia roh merupakan
serangkaian tata perilaku yang berpola. Hal demikian dimaksudkan sebagai
perwujudan dari sistem pengaturan dalam cara teknis pemujaan yang di kontrol
oleh nilai di dalam norma-norma tertentu khusus berkaitan dengan hal tersebut.
Itulah sebabnya terdapat
perbedaan antara tata perikaku yang dikondisikan dengan cara dan tekhnis
pemujaan terhadap dewa-dewa dan dunia roh, dibanding dengan aktifitas tingkah
laku sehari-hari.
5. Manusia memuja Tuhan Yang Maha Esa
Pemujaan
manusia terhadap Tuhan Yang Maha Esa pelaksanaannya berbeda-beda sesuai dengan
agama yang diyakini oleh setiap kelompok masyarakat. Dikalangan masyarakat yang
beragama islam khususnya, pemujaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa diatur
berdasarkan dengan syariat yang bersumber dari Al-Qur’an dan diperjelas teknis
serta cara pelaksanaannya melalui hadits Rasulullah. Bahkan dengan kekhususan
pemujaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang harus dan semata-mata untuk dipuji
hanya Allah.
Dalam hal pemujaan manusia kepada
tuhan yang Maha Esa, pada hematnya mengalami pasang surut. Hal ini dibuktikan
oleh kebiasaan manusia yakni dia mengalami kesusahan baru memuja Tuhan.
Sebaiknya, bila dalam kesenangan, Tuhan dilupakan untuk dipuja. Menelusuri jauh
tentangg pemujaan manusia terhadap Tuhan Yang Maha Esa, ditempulah berbagai
cara yang menghasilkan lahirnya sekte-sekte. Setiap sekte mempunyai aturannya
tersendiri dan biasanya membentuk organisasi keagamaan. Sesuai dengan program
yang digariskan oleh masing-masing sekte.
Sebagai suatu fenomena bersifat
sosio-religius pemujaan manusia terhadap Tuhan Yang Maha Esa selalu berkaitan
dengan berbagai aspek kehidupan. Baik menyangkut keselamatan, kebahagiaan,
kesehatan, dijauhkan dari segala bencana, kemakmuran, mampun yang berkenaan
dengan rejeki, perluasan usaha, jodoh, ketentraman hidup, termasuk mendapatkan
anak pelanjut keturunan, dan sebagainya.
Refleksi dari pemujaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan tuntutan yang dihajatkan seperti disebutkan
perwujudannya dalam berbagai bentuk ritus keagamaan. Bentuk-bentuk ritus yang
beranekaragam itu berfungsi sebagai wahana dalam menyampaikan segala yang
dinginkan melalui pemujaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dengan demikian pemujaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa dikalangan masyarakat muslim adalah melalui ibadah wajib
maupun sunat. Selain itu, semua ibadah wajib maupun sunat bukan merupakan
perbuatan ritual. Misalnya, kegiatan ibadah seperti shalat, shiam (puasa),
zakat, haji/qurban. Seringkali terjadi kekeliruan yang menganggap bahwa
kegiatan-kegiatan ibadah tersebut dapat diartikan sebagai perbuatan ritual.
Untuk itu, perlu dijelaskan tentang perbuatan ritual yang dilakukan oleh semua
kelompok masyarakat.
Baccarat at CafeBarat - Online Casino | FBCasino
BalasHapusBaccarat is a game you've 바카라 전략 probably never played before. With a twist, it's a variation on traditional table games. There's a wide variety of ways to bet